Tentang Kematian Hemingway
1/
udara juli yang merah
menyeret hemingway
ke ruang bawah tanah
berjumpa sahabat lama
selamat pagi, hemingway
lama tak menembak,
senapan berlaras ganda berkata
padanya
di tengah gelap membusuk dada tuanya
selamat pagi, sahabat,
balas hemingway
hari ini aku menembak
terakhir kalinya
2/
hemingway merangkul sahabat lama
ke pintu masuk serambi
anjing-anjing pemakan bangkai
menunggu di sana
berenang dalam udara juli
semakin merah
3/
mesiu tertumpah ke laut darah
dan melihat santiago pula manolin
berlayar ke arah lubang peluru
diikuti seekor marlin raksasa
semuanya hendak keluar
dari kepala hemingway
(Denpasar, Mei 2020)
Kisah Ramayana Versi Alternatif
sinta berbohong ketika berkata
hanya mencinta rama.
ia jatuh cinta kepada hanuman
kala sang wanara menyusup ke alengka
membawa cincin emas.
“pakailah cincin ini, untuk
membuktikan
kesucian lagi kesetiaan kau kepada
rama,”
ucap hanuman.
“kupakai cincin ini sebagai simbol
bahwa aku menerima lamaran kau,”
balas sinta, tanpa sang wanara duga.
rupanya sinta dapat membaca cinta
pada keluguan tatap mata seekor kera,
cinta yang sama-sama mereka rasa
seperti hutan tumbuh seketika.
maka membaralah cinta mereka
seperti api rama membakar sinta,
cinta yang lebih tertutup
ketimbang letak istana rahwana,
hingga agni sekalipun meyakini
kesetiaan sinta kepada rama.
sinta tak pernah terlunta seorang
diri
sehabis diusir rama dari ayodya,
sebagaimana hanuman tak pernah
sibuk bertapa di kendalisada.
sesungguhnya mereka terbang
menuju berbagai rahasia,
bercinta hebat di udara,
di berbagai macam buana,
dan menghapus cita-cita
mencapai moksa.
akhir cerita,
cinta dan tubuh mereka
tak akan bosan berpetualang,
tak akan lesap sekalipun ramayana
dilupakan seluruh dalang.
(Denpasar, Mei 2020)
Laporan tentang Akutagawa
akutagawa belumlah mati.
ia tak pernah menenggak barbital.
mayat yang ditemukan hanya
mayat yang mirip dengannya
mayat yang dipilih untuk manipulasi.
akutagawa sesungguhnya menyepi
di dunia kappa. fakta itu kudapati
tatkala aku berlibur ke jepang,
berjalan santai di sebuah hutan,
terperosok ke dalam lubang,
dan tibalah aku di dunia kappa,
lalu bla bla bla, hingga berjumpa
akutagawa di sebuah gua.
“apakah para kappa lebih baik
ketimbang
para manusia secara umum, dan
orang-orang
jepang secara khusus?” aku bertanya.
akutagawa hanya menggeleng.
“lantas, kenapa kau pergi kemari?”
akutagawa menjawab, “kelak kau
akan memahamiku setelah memahami
tulisan yang kalimat lagi gagasannya
selicin kulit para kappa.”
kemudian aku kembali ke dunia normal
diantar beberapa kappa,
kembali ke penginapan,
ketiduran di pemandian air panas,
dan bermimpi berdiri di sebuah
gerbong
kereta bawah tanah, terjepit orang-orang
berseragam kantor,
serasa diremukkan
batu-batu sekeras
cangkang para kappa.
(Denpasar, Mei 2020)
Setelah Kebahagiaan
setelah ratusan kupu-kupu
berkembang biak pesat di lambungmu
kau memuntahkan semuanya
ketika lampu di ubun-ubunmu
mendadak pecah dan gelap melebar
beratus kilometer di sekelilingmu
kau harus menelan kembali
kesemua kupu-kupu, tentu saja
kau harus mengejar kesemuanya
di antara rimbun geligi iblis
yang tak terlihat
yang menyayat kulitmu di sana-sini
hingga kau tenggelam
dalam kolam darah sendiri
sementara itu, ratusan kupu-kupu
meninggalkanmu menuju langit
di mana ia yang menembak lampumu
menganga lebar
mengundang kesemua kupu-kupumu
menuju lambung masamnya
(Denpasar, Mei 2020)
Fermentasi
setelah menaburi diri dengan gula
kau hanyutkan diri dalam darahku
setakterduga terjamah bibir kau oleh
bakteri-bakteri
di tubuhku segera mencintai kau
memeluk tubuh kau
berminggu-minggu
berbulan-bulan
bertahun-tahun
menjadikan kau sesuatu yang awet
lagi memabukkan:
entah alkohol entah puisi
(Denpasar, Mei 2020)
Tubuhmu, Gedung Apartemen
aku pindah ke tubuhmu, menyewa
apartemen
di lantai 7, tepat di dada kanan, bertetangga
dengan hantu mantan pacarmu di dada
kirimu.
itu hantu paling berisik yang pernah
kutemui,
melebihi berisiknya para penghuni
lain
di lantai 3 sampai 5: sekitar
kelaminmu.
sepanjang hari hantu itu berteriak,
menggetarkan apartemenku sampai
retak-retak sekujur dindingnya.
ia ingin menyewa apartemen di lantai
10
—oh, berani-beraninya ia meminta
tinggal
di atas apartemen keluarga kecilmu
di lantai 9—bagian yang sengaja
kaukosongkan
mungkin sampai selama-lamanya.
“jika bosan dengan apartemen di
lantai 7,”
katamu, “kau boleh pindah ke lantai
1, 2, 6, atau 8. di sana kosong
dan bukan karena sengaja
dikosongkan.”
hantu itu merasa dilecehkan oleh kau
sehingga ia mengamuk dan membuat
dada kananmu berdarah-darah.
melihat dada kananmu berdarah-darah,
aku membikin sepucuk senapan
dilengkapi peluru-peluru khusus
untuk membantai hantu tetangga.
dan ketika senapan itu jadi, jadilah
ketololanku mematikanmu:
karena hantu itu tak kunjung membuka
pintu apartemennya, padahal sudah
ribuan kali aku mengetuk, aku pun
menembaki pintunya bertubi-tubi,
dan tentu saja peluru itu tak
berhenti
di daun pintu, melainkan menembusnya,
menghujani sang hantu yang mengumpet
sampai mampus semampus-mampusnya.
tapi aku baru sadar bahwa ada
jantungmu
di dalam situ ....
(Denpasar, Mei 2020)
Pandemi
pintu terbuka
orang-orang tersebut
tetap terkurung
(Denpasar, Mei 2020)
*) Puisi-puisi ini dimuat di
Lensa Sastra pada 23 April 2021.