*Sumber: Pinterest
Malin ingin menjadi seekor ikan sejak
ibunya tak kunjung keluar dari dasar kolam renang di halaman belakang rumah.
“Itu
karena Ayah mengikatkan kakinya ke batu pemberat,” jelas sang ayah. “Begitulah
hukuman yang tepat bagi pengkhianat, Malin.”
“Kelak,”
lanjutnya, “jika kau sudah punya istri dan istrimu berkhianat, kau pun boleh
melakukan apa-yang-Ayah-lakukan-pada-Ibu kepada istrimu itu.”
Malin
ingin tidur bersama ibunya lagi. Tapi ia sangat takut menyelam. Maka, Malin
ingin menjadi seekor ikan.
“Kapankah
Ibu akan keluar dari dasar kolam renang, Ayah?” tanya Malin.
“Tidak
akan, Malin. Tidak akan. Itu karena Ibu telah melukai Ayah terlampau parah
dengan pengkhianatan yang ia lakukan.”
“Apa
Ibu akan bahagia di dalam kolam renang?”
“Tidak,
Malin. Tidak. Ibu tidak akan bahagia di dalam kolam renang karena ia telah
berkhianat.”
Malin
ingin menjadi seekor ikan, dan keinginan itu bagai laut mendidih yang menenggelamkannya ketika ia begitu merindukan Ibu. Namun
Malin tak tahu bagaimana cara menjadi seekor ikan. Maka, Malin memutuskan untuk
mengeluarkan Dodi—ikan peliharaannya—dari akuarium, menggunakan jaring, dan memasukkannya
ke kolam renang. Sebelum memasukkan Dodi ke kolam renang, Malin berpesan pada ikan
itu agar disampaikannya kerinduannya pada Ibu.
“Jika
Dodi menyampaikan kerinduanku pada Ibu, apa Ibu akan bahagia di dalam kolam
renang, Ayah?”
Ayah
tidak menjawab.
***
Ibu Malin ingin menjadi seekor ikan ketika
sang suami mengikatkan kakinya ke batu pemberat. Ibu Malin semakin ingin
menjadi seekor ikan saat ia dilemparkan ke kolam renang di halaman belakang
rumah oleh suaminya itu.
Tapi bisakah keinginan seorang pengkhianat
terkabulkan? pikir Ibu Malin.
Entahlah, Nyonya Manis, jawab Batu
Pemberat. Yang jelas, kau sangat bisa dikhianati
oleh keinginanmu sendiri.
Ibu
Malin ingin menjadi seekor ikan, dan keinginan itu bagai gempa bawah laut kala paru-parunya
begitu merindukan udara. Namun Ibu Malin tak tahu bagaimana cara menjadi seekor
ikan.
Apakah udara akan merindukan paru-paruku—paru-paru
seorang pengkhianat? batin Ibu Malin.
Apakah udara akan merindukan keseluruhanku—keseluruhan seorang pengkhianat?
Batu
Pemberat tidak menjawab.
***
Ayah Malin ingin menjadi seekor ikan
sesudah dirinya menenggelamkan sang istri ke kolam renang di halaman belakang
rumah. Ayah Malin ingin menjadi seekor ikan agar dirinya dapat menyaksikan
penderitaan-seorang-pengkhianat di bawah sana selama mungkin—tanpa mesti
menggunakan peralatan menyelam yang memerlukan uang untuk membeli pun
menyewanya.
“Bisakah
kau mendeskripsikan penderitaan-seorang-pengkhianat yang tenggelam?” tanya Ayah
Malin.
Tenggelamkanlah dirimu ke dalamku, maka kau
akan bisa merasakannya sendiri, jawab Kolam Renang.
Ayah
Malin ingin menjadi seekor ikan pemakan daging ketika diyakininya sang istri
telah mati di dalam kolam renang. Ayah Malin ingin menjadi seekor ikan pemakan
daging agar mayat sang istri tak mengotori kolam renang terlampau lama.
“Maukah
kau melarutkan mayat seorang pengkhianat?” pinta Ayah Malin. “Itu agar kau
tidak dikotori oleh mayat tersebut terlalu lama.”
Tidak bisa. Kalaupun bisa, aku tidak mau,
sahut Kolam Renang. Sebab, aku bukanlah
dosa-dosa seorang pengkhianat.
Ayah
Malin ingin menjadi seekor ikan ketika Malin memasukkan Dodi ke dalam kolam
renang—tiga hari setelah sang istri ditenggelamkannya. Ayah Malin ingin menjadi
seekor ikan untuk memastikan bahwa Dodi tidak membuat arwah Ibu Malin bahagia
di bawah sana. Namun Ayah Malin tak tahu bagaimana cara menjadi seekor ikan.
“Apakah
arwah seorang pengkhianat masih bisa bahagia, Kolam Renang?”
Kolam
Renang tidak menjawab.
***
Batu Pemberat ingin menjadi seekor ikan
sejak Ayah Malin mengikatkan kaki sang istri pada tubuhnya. Batu Pemberat ingin
menjadi seekor ikan agar ia tak perlu membuat Ibu Malin tenggelam.
Batu
Pemberat ingin menjadi seekor ikan, dan keinginan itu bagai laut yang
mengombang-ambingkan kapal-kapal megah ketika dilihatnya Ibu Malin mulai
sekarat. Namun Batu Pemberat tak tahu bagaimana cara menjadi seekor ikan.
Tapi apakah kau tidak akan berkhianat lagi
jika aku menjadi ikan dan tak membantumu menuju kematian? tanya Batu
Pemberat.
Ibu
Malin tidak menjawab.
***
Kolam Renang ingin menjadi seekor ikan agar
tak ada yang tenggelam di dalam dirinya, termasuk seorang pengkhianat yang
telah melukai suaminya terlampau parah. Namun Kolam Renang tak tahu bagaimana
cara menjadi seekor ikan.
Aduh! Bodohnya aku! batin Kolam Renang. Kalau aku menjadi seekor ikan, kan, aku bakal
mati. Tentu karena aku akan langsung berada di permukaan tanah! Hahaha!
***
Dodi. Ia tidak pernah ingin menjadi
seekor ikan. Sebab, setahu dirinya, sebagai seekor ikan, ia tidak mempunyai
kemampuan untuk menenggelamkan seorang pengkhianat di dalam kolam
renang—meskipun ia bisa menyaksikan seorang pengkhianat yang tenggelam, yang
perlahan-lahan menjadi mayat.
Dodi.
Ia tidak pernah ingin menjadi seekor ikan. Namun ia tidak tahu bagaimana
caranya agar tak dilahirkan sebagai seekor ikan.
***
Malin. Ia masih memikirkan betapa
bahagia dirinya jika bisa menjadi seekor ikan.
*) Cerpen ini dimuat di Semay Media pada 5 Juni 2018.