*Sumber Gambar: kurungbuka.com
Pemuda X melihat Bumi hancur ditabrak
meteor berukuran dua kali planet itu. Setelahnya, semua gelap total, sebelum
muncul tulisan “14 Februari 2XXX” di tengah kegelapan, entah apa maksudnya.
Kemudian Pemuda X terjaga, merapikan tempat tidur, mandi, dan duduk di meja
makan bersama Pemuda Y, kawan seapartemen yang pastinya telah lebih dulu
bangun. Pemuda X menceritakan isi mimpinya barusan dan, sekonyong-konyong,
wajah Pemuda Y memucat, lalu terbata-bata ia membalas, “Aku juga bermimpi
seperti itu.” Pemuda X pun turut pucat. Udara di apartemen itu sontak dicemari
kegelisahan.
Ternyata,
di pagi yang sama, 6 Februari 2XXX, Pengusaha B digelisahkan mimpi serupa. Pun
Gelandangan C, Filsuf D, Mucikari E, Wartawan F, Wakil Presiden G, Presiden H, dan
yang lainnya. Saking banyaknya manusia yang mengalami mimpi serupa di pagi yang
sama, dan saking banyaknya manusia yang menyadari bahwa mereka saling
memimpikan hal serupa, malam hari di hari yang sama pun saluran-saluran berita
hampir di seluruh dunia mengabarkan soal keanehan tersebut.
Keesokan
siangnya, dengan suatu cara, akhirnya terbukti bahwa memang semua manusia di
Bumi—kecuali para bayi dan orang-orang sekarat yang tak bisa berkomunikasi,
sehingga tak bisa dimintai keterangan—bermimpi demikian. Mudah ditebak, para
manusia pun berpikir: Bumi akan hancur
minggu depan, tepat di hari Valentine, dan itu berarti kita harus menyiapkan
sesuatu untuk menyambut kematian.
***
“Bagaimana kabar cita-citamu?” tanya Pemuda
X.
“Entahlah,”
balas Pemuda Y. “Yang jelas tidak mungkin tercapai dalam waktu dekat. Bukankah
tidak mungkin ada remaja 19 tahun yang bisa menjadi bos dari sebuah bank
besar?”
Pemuda
X melangkah ke dekat jendela, memandangi langit mendung dan layangan yang lepas
di sana. “Kalaupun cita-cita kita bisa tercapai sebelum Bumi hancur, tidak akan
ada gunanya, kan?”
“Tidak
ada gunanya.” Pemuda Y mengembuskan napas, kecewa. “Padahal, ibuku sering
berkata bahwa tujuan utama dari hidup kita adalah mencapai cita-cita. Bukankah
artinya kita mesti merevisi pemikiran itu sekarang? Apa yang bisa menjadi
tujuan utama manusia, jika cita-cita sudah tak mungkin dicapai?”
Pemuda
X berpikir sejenak. “Memuaskan nafsu?”
“Memuaskan
nafsu?”
“Nafsu
terliar, bahkan.”
Terjadilah
keheningan beberapa jenak, sebelum Pemuda Y benar-benar memahami perkataan itu
dan menyetujuinya.
***
Melalui berbagai media, pada 8 Februari
2XXX, pemerintah setempat mengumumkan soal akan diadakannya Perayaan Perpisaah sekaligus
Perayaan Pra-Valentine yang diselenggarakan di setiap taman di kota itu, dari
awal 13 Februari 2XXX sampai akhir dari hari, akhir dari Bumi. Pemerintah
setempat akan menyediakan makanan, acara hiburan, dan banyak hal menyenangkan
lainnya secara gratis, untuk memastikan setiap orang mati bahagia. Lalu ada
keterangan tambahan berbunyi, “Perayaan ini pasti akan dilaksanakan, kecuali
dalam waktu dekat manusia telah menemukan cara untuk pindah dan hidup di luar
Bumi.”
Duduk
di depan televisi, Pemuda X berkata, “Sebaiknya kita tidak usah hadir. Diam di
apartemen yang nyaman ini jauh lebih baik.”
Pemuda
Y mengerutkan dahi. “Kenapa?”
“Bayangkan
seandainya bukan hanya kita berdua yang berpikir bahwa ‘memuaskan nafsu’ adalah
alternatif dari ‘menggapai cita-cita’. Keributan macam apa yang akan terjadi?”
Pemuda
Y tertawa kecil membayangkan keributan itu. Lantas ia bertanya, “Apa nafsu
terliarmu?”
“Mungkin
… mungkin, memerkosa mantan kekasihku. Sayangnya, ia sudah mati.”
“Kalau
aku … mungkin, membunuh orang-orang yang aku benci.”
“Pasti
menyenangkan, ya,” komentar Pemuda X. “Tapi, rasanya melakukan hal itu sungguh
sia-sia sekarang. Memang apa bedanya mati sekarang, besok, atau enam hari lagi?
Tak beda jauh, kan? Mungkin kau harus mencari nafsu lain.”
Pemuda
Y terbahak-bahak.
***
Pemuda X dan Pemuda Y sedang ngopi di sebuah mall besar di kota itu, ketika
Pemuda Y mencetuskan, “Bagaimana kalau kita menghambur-hamburkan seluruh uang
kita? Bukankah segala hal dijual di sini?”
“Ide
yang menarik. Bagaimana kalau kita lakukan sekarang, sebelum orang-orang lain
berpikiran serupa, atau sebelum orang-orang lain ‘memuaskan nafsu’ dengan
menjarah mall ini?”
***
Sembari menyimak berita di televisi, pada
12 Februari 2XXX, Pemuda X dan Pemuda Y menyiapkan segala hal untuk
bersenang-senang di apartemen mereka sampai Bumi hancur. Tak ketinggalan, atas
usul Pemuda X, mereka memasang berbagai pengaman pada pintu dan jendela, karena
bisa saja nanti atau besok akan ada orang yang begitu bernafsu menyakiti mereka;
pikiran negatif ini muncul berkat diberitakan banyaknya terjadi kejahatan di
mana-mana (pasti karena pelampiasan nafsu), sedang para polisi begitu malas
bertugas (pasti sebab sibuk melampiaskan nafsu masing-masing). Terlebih, Pemuda
X dan Pemuda Y terus-menerus mendengar jerit ketakutan dari apartemen sebelah.
Dunia
jadi terasa berantakan.
Akhirnya,
13 Februari 2XXX. Pemuda X dan Pemuda Y menikmati hidangan terlezat seraya
menyaksikan siaran live Perayaan Perpisahan
dan Pra-Valentine dari berbagai taman. (Untungnya para pekerja televisi masih
mau bekerja menjelang akhir Bumi, tak seperti pekerja-pekerja lainnya yang
memutuskan untuk libur.) Tak sesuai dugaan Pemuda X, perayaan itu tampak berjalan
secara menyenangkan, tak ada tanda-tanda akan terjadi hal-hal jahat.
Orang-orang memang banyak yang saling membenci karena kasus-kasus kejahatan
kemarin, tapi hari ini mereka memutuskan untuk tak lagi mengingat-ingat hal
tersebut, karena mereka ingin tenang di hari terakhir.
Setelah
kedua pemuda selesai makan, Pemuda Y berkata, “Aku akan keluar dari apartemen
ini. Toh, semua baik-baik saja.”
Saat
itulah tiba-tiba Pemuda X meninju Pemuda Y hingga tumbang ke lantai. Pemuda Y
belum sempat bereaksi apa-apa, ketika Pemuda X membuka paksa celananya. Beberapa
serangan lagi Pemuda X berikan saat Pemuda Y mulai mencoba melawan. Hingga
akhirnya, celana Pemuda Y sempurna terbuka, tubuhnya tak berdaya—tapi ia belum
pingsan—dan Pemuda X membuka celananya sendiri.
“Maaf,
Kawan. Inilah nafsu terliarku selama ini.”
Pemuda
X memerkosa Pemuda Y di lantai. Pemuda Y tahu bahwa dirinya tak mungkin diselamatkan
orang lain dari siksaan ini.
Pemuda
Y kemudian pingsan, tepat saat Pemuda X mencapai klimaks.
***
Pemuda Y masih tergeletak pingsan di lantai saat Pemuda X, melalui televisi, menyaksikan orang-orang mulai menghitung mundur pergantian hari, seolah menantikan tibanya tahun baru.
Hari pun resmi berganti ke 14 Februari 2XXX.
Pemuda Y siuman, bangkit perlahan, dan melangkah tertatih-tatih untuk duduk di sudut ruangan.
“Maafkan aku,” kata Pemuda X, dengan perasaan bersalah. “Tak ada gunanya membalas dendam, kan?”
“Tak ada gunanya ....”
Pemuda
Y pasrah menunggu tibanya meteor hari ini, begitu pula para korban kejahatan
lainnya, begitu pula para pelaku kejahatan lainnya, baik yang didera perasaan
berdosa maupun tidak.
***
Sayangnya, hingga 15 Februari 2XXX, Bumi belumlah hancur. Mungkin meteor itu agak terlambat, pikir orang-orang. Tapi, hingga besok, besok, dan besok, Bumi tak kunjung dihantam meteor. Orang-orang akhirnya berpikir, Jangan-jangan mimpi tetaplah mimpi ....
Pemuda X pun sadar bahwa kini membalas dendam tak akan lagi sia-sia bagi Pemuda Y.
“Bukankah Bumi sudah terlalu berantakan untuk tak jadi musnah?” kata Pemuda Y, seraya mendekati Pemuda X yang berdiri menghadap jendela. Tangan Pemuda Y yang memegang pisau tampak bergetar hebat, seperti Bumi yang hendak meledak.
*) Cerpen ini dimuat di kurungbuka.com pada 9 Agustus 2020.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar