Khianat Musim dan Seorang Pria Perlente
khianat musim sedang begitu dingin
pria perlente itu keluar dari sangkarnya
yang memagut detik:
akankah ada sapa dari nona-nyonya
di temali perjalanan?
ia tidak tahu …
sebab ia adalah ketidaktahuan itu sendiri
di perempatan jalan,
sunyi yang itu juga mulailah menyapanya
ia membalas dengan pesan sepi
yang membuatnya terlepas dari sangkar
lampu merah sedang nyalang
dan begitulah seterusnya
tapi pria perlente itu tak peduli:
ia sedang tidak berada di dalam sangkarnya
ia sedang bebas …
sebab ia adalah kebebasan itu sendiri
di seberang jalan,
waktu yang menghitungnya sedari tadi
mulai melambat—
tidak seperti di kandangnya;
tidak seperti di pandangnya
kendaraan-kendaraan yang berlalu-lalang
menghangatkan paru-parunya yang rapuh
dengan seporsi polusi:
entah berapa lama lagi alveolinya
dapat menahan ledakan dari dalam
ia sedang menghitung …
sebab ia adalah perhitungan itu sendiri
dan, setelah perjalanannya
membawa kelelahan,
tahu-tahu saja ia sudah berada
di dalam sangkarnya lagi
dan, setelah perjalanannya
membawa kekalahan,
tahu-tahu saja ia sudah berada
di titik awal perjalanannya lagi
ia tetap bahagia …
sebab ia adalah kebahagiaan itu sendiri
Rantai Waktu
merekam gumpalan-gumpalan ruang dan
patung-patung kecil. pencahayaan kadang-
kadang khianat layar kamera: kebenaran
yang lantas terungkap di layar komputer.
memilah barisan gambar yang seolah
menari dalam lamun mata robot. sepasang
kaki palsu yang tak bisa bergerak:
alasan benda itu dianggap layak pakai.
mengatur ukuran pita waktu. subwaktu
rupanya fana—bersedia dimanipulasi.
aku meludah pekat pemberitahuan;
aku menelan pekat pertanyaan
*) Puisi-puisi ini dimuat di http://linikini.id/linifiksi/4556/linifiksi-puisi-surya-gemilang pada 1 Januari 2018.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar