*Sumber Gambar: www.berfrois.com
Masalah Radio
radio selalu mengikutimu. kau tak tahu apakah ia
berkaki
tapi ia selalu ada di sekitarmu - entah itu di
toilet umum,
di meja makan kantin kampusmu,
di antrean menuju atm saat kau mesti membayar sisa
hidupmu,
bahkan di dalam kekosongan mimpi dan batok
kepalamu.
radio selalu mengikutimu, dan
perlahan-lahan menjadi
bagian tubuhmu. kau pun mulai mencoba
membalas
segala kata dari mulutnya, tanpa
menyadari bahwa radio
telinga pun tiada punya.
(Jakarta, April 2018)
Senapan
dan di malam yang panas ini
tubuhku digenggam
untuk kesekian kali
dan di malam yang jahanam ini
kudengar lagi ada yang memohon
ampunan pada sang tuan
yang menguasaiku sepenuhnya
dan di malam yang mulai mendung ini
lelaki itu memohon agar tak dihujani
peluru
dari tubuhku, sembari menghujani tanah
dengan air mata penyesalan
yang hampir sehangat moncongku
dan di malam yang mulai hujan ini,
untuk kesekian kalinya,
disadarkannya bahwa aku hanyalah
alat untuk memuntah peluru
tanpa bisa memuntah
air mata
saban sebutir peluru
termuntah
menembus
tubuh
yang
tunduk
*
dan di malam yang mulai pergi itu
sengsara datang kala aku diistirahatkan:
menanti tangan dinginnya
kembali menggenggamku
(Jakarta, Juli 2018)
Celengan Tanah Liat
meski tubuhnya hanya separuh isi
ia tahu bahwa tak lama lagi
setelah terdengar erang
dari usia yang tipis
tubuhnya akan menemu takdir
yang dulu pernah hampir hadir:
dipecahkan dengan harap
usia menebal, meski maut tetap beribu
kali
lebih liat ketimbang tanah yang membuat
dirinya ada
(Jakarta, Agustus 2018)
*) Catatan: Puisi-puisi ini dimuat di Kompas pada 13 Oktober 2018.
*) Catatan 2: Puisi Senapan, sebelum dikirim ke Kompas, telah disunting oleh Mas AYE ketika saya mengikuti program Diskusi Intensif Puisi.
*) Catatan 3: Puisi Masalah Radio berjudul asli Permasalahan Radio, namun telah disunting oleh pihak redaktur karena suatu alasan. Selain itu, paragraf pertama juga telah disunting oleh pihak yang sama.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar