Sabtu, 09 Juni 2018

O, IKAN -- Sebuah Cerpen


“A Morning Ride” Gouache on Paper #goldfish #horse #painting #surealism #dream #popart #gouache #strange #morning #thebillmayer
*Sumber: Pinterest



Malin ingin menjadi seekor ikan sejak ibunya tak kunjung keluar dari dasar kolam renang di halaman belakang rumah.

“Itu karena Ayah mengikatkan kakinya ke batu pemberat,” jelas sang ayah. “Begitulah hukuman yang tepat bagi pengkhianat, Malin.”
            
“Kelak,” lanjutnya, “jika kau sudah punya istri dan istrimu berkhianat, kau pun boleh melakukan apa-yang-Ayah-lakukan-pada-Ibu kepada istrimu itu.”
            
Malin ingin tidur bersama ibunya lagi. Tapi ia sangat takut menyelam. Maka, Malin ingin menjadi seekor ikan.
            
“Kapankah Ibu akan keluar dari dasar kolam renang, Ayah?” tanya Malin.
            
“Tidak akan, Malin. Tidak akan. Itu karena Ibu telah melukai Ayah terlampau parah dengan pengkhianatan yang ia lakukan.”
            
“Apa Ibu akan bahagia di dalam kolam renang?”
            
“Tidak, Malin. Tidak. Ibu tidak akan bahagia di dalam kolam renang karena ia telah berkhianat.”
            
Malin ingin menjadi seekor ikan, dan keinginan itu bagai laut mendidih yang menenggelamkannya ketika ia begitu merindukan Ibu. Namun Malin tak tahu bagaimana cara menjadi seekor ikan. Maka, Malin memutuskan untuk mengeluarkan Dodi—ikan peliharaannya—dari akuarium, menggunakan jaring, dan memasukkannya ke kolam renang. Sebelum memasukkan Dodi ke kolam renang, Malin berpesan pada ikan itu agar disampaikannya kerinduannya pada Ibu.
            
“Jika Dodi menyampaikan kerinduanku pada Ibu, apa Ibu akan bahagia di dalam kolam renang, Ayah?”
            
Ayah tidak menjawab.

***

Ibu Malin ingin menjadi seekor ikan ketika sang suami mengikatkan kakinya ke batu pemberat. Ibu Malin semakin ingin menjadi seekor ikan saat ia dilemparkan ke kolam renang di halaman belakang rumah oleh suaminya itu.
            
Tapi bisakah keinginan seorang pengkhianat terkabulkan? pikir Ibu Malin.
            
Entahlah, Nyonya Manis, jawab Batu Pemberat. Yang jelas, kau sangat bisa dikhianati oleh keinginanmu sendiri.
            
Ibu Malin ingin menjadi seekor ikan, dan keinginan itu bagai gempa bawah laut kala paru-parunya begitu merindukan udara. Namun Ibu Malin tak tahu bagaimana cara menjadi seekor ikan.
            
Apakah udara akan merindukan paru-paruku—paru-paru seorang pengkhianat? batin Ibu Malin. Apakah udara akan merindukan keseluruhanku—keseluruhan seorang pengkhianat?
            
Batu Pemberat tidak menjawab.

***

Ayah Malin ingin menjadi seekor ikan sesudah dirinya menenggelamkan sang istri ke kolam renang di halaman belakang rumah. Ayah Malin ingin menjadi seekor ikan agar dirinya dapat menyaksikan penderitaan-seorang-pengkhianat di bawah sana selama mungkin—tanpa mesti menggunakan peralatan menyelam yang memerlukan uang untuk membeli pun menyewanya.
            
“Bisakah kau mendeskripsikan penderitaan-seorang-pengkhianat yang tenggelam?” tanya Ayah Malin.
            
Tenggelamkanlah dirimu ke dalamku, maka kau akan bisa merasakannya sendiri, jawab Kolam Renang.
            
Ayah Malin ingin menjadi seekor ikan pemakan daging ketika diyakininya sang istri telah mati di dalam kolam renang. Ayah Malin ingin menjadi seekor ikan pemakan daging agar mayat sang istri tak mengotori kolam renang terlampau lama.
            
“Maukah kau melarutkan mayat seorang pengkhianat?” pinta Ayah Malin. “Itu agar kau tidak dikotori oleh mayat tersebut terlalu lama.”
            
Tidak bisa. Kalaupun bisa, aku tidak mau, sahut Kolam Renang. Sebab, aku bukanlah dosa-dosa seorang pengkhianat.
            
Ayah Malin ingin menjadi seekor ikan ketika Malin memasukkan Dodi ke dalam kolam renang—tiga hari setelah sang istri ditenggelamkannya. Ayah Malin ingin menjadi seekor ikan untuk memastikan bahwa Dodi tidak membuat arwah Ibu Malin bahagia di bawah sana. Namun Ayah Malin tak tahu bagaimana cara menjadi seekor ikan.
            
“Apakah arwah seorang pengkhianat masih bisa bahagia, Kolam Renang?”
            
Kolam Renang tidak menjawab.

***

Batu Pemberat ingin menjadi seekor ikan sejak Ayah Malin mengikatkan kaki sang istri pada tubuhnya. Batu Pemberat ingin menjadi seekor ikan agar ia tak perlu membuat Ibu Malin tenggelam.

Batu Pemberat ingin menjadi seekor ikan, dan keinginan itu bagai laut yang mengombang-ambingkan kapal-kapal megah ketika dilihatnya Ibu Malin mulai sekarat. Namun Batu Pemberat tak tahu bagaimana cara menjadi seekor ikan.
            
Tapi apakah kau tidak akan berkhianat lagi jika aku menjadi ikan dan tak membantumu menuju kematian? tanya Batu Pemberat.
            
Ibu Malin tidak menjawab.

***

Kolam Renang ingin menjadi seekor ikan agar tak ada yang tenggelam di dalam dirinya, termasuk seorang pengkhianat yang telah melukai suaminya terlampau parah. Namun Kolam Renang tak tahu bagaimana cara menjadi seekor ikan.
            
Aduh! Bodohnya aku! batin Kolam Renang. Kalau aku menjadi seekor ikan, kan, aku bakal mati. Tentu karena aku akan langsung berada di permukaan tanah! Hahaha!

***

Dodi. Ia tidak pernah ingin menjadi seekor ikan. Sebab, setahu dirinya, sebagai seekor ikan, ia tidak mempunyai kemampuan untuk menenggelamkan seorang pengkhianat di dalam kolam renang—meskipun ia bisa menyaksikan seorang pengkhianat yang tenggelam, yang perlahan-lahan menjadi mayat.
            
Dodi. Ia tidak pernah ingin menjadi seekor ikan. Namun ia tidak tahu bagaimana caranya agar tak dilahirkan sebagai seekor ikan.

***

Malin. Ia masih memikirkan betapa bahagia dirinya jika bisa menjadi seekor ikan.





*) Cerpen ini dimuat di Semay Media pada 5 Juni 2018.

Tidak ada komentar :