*Sumber Gambar: Pinterest
Melankolia Yasur
gedung itu abu dan semakin kelabu.
retak di tubuhnya adalah kesengajaan
yang tak disadari(?) sejak dalam blueprint
yang hendak dibakarnya.
gedung itu lebih abu ketimbang mendung
yang berujung pada basah di pipi yasur;
kantor di dalamnya penuh berisi para
pekerja
yang gagal memproduksi bahagia.
gedung itu lebih abu
ketimbang beda antara baik-dan-jahat,
sehat-dan-sakit, sedih-dan-bahagia,
lucu-dan-tragis, atau abu-dan-kepasrahan.
gedung itu tak kunjung mengabu
meski orang-orang di dalamnya
sibuk membakar diri
dengan kebencian masing-masing
terhadap diri.
(Jakarta, Mei 2018)
Tenggelam Dalam Litha
di kamar ini, aku mengurai tubuhmu
dengan pisau tajam
yang kaumuntah lewat matamu.
aku mengurai kulit dari dagingmu,
otot dari tulangmu,
emosi dari akal sehatmu,
hingga nyawa dari tubuhmu:
aku memperoleh kata demi kata
yang menenggelamkanku
pada kedalaman tematik
tiap sisi ke-“ada”-an kau.
*
kata demi kata itu terserak di kasurku
seperti sampah yang ingin dibuang,
atau remah-remah yang ingin disusun
kembali
menjadi makanan.
aku tak tahu perumpamaan mana yang tepat.
tapi kata demi kata yang kudapat itu
selalu saja menyayat mata lalu pikiranku
saban kubaca dengan harap yang kaku.
maka tak heran, saat sajak itu berhasil kutuntaskan,
tuntas pula masa hidupku
berkat darah yang mengucur seperti
ombak.
(Jakarta, Mei 2018)
Kelupaan Yasur
aku lupa cara mengenalmu
aku lupa cara mengenal bahaya dari
dirimu
aku lupa cara mengenal bom di matamu
pedang di lidahmu
racun di jarimu
paku di langkahmu
bahkan maut di keberadaanmu
aku lupa cara mengenalmu
aku lupa cara mengenal bahaya dari
dirimu
ataukah aku lupa cara mengenal diriku
lupa cara membahagiakan diri sendiri?
(Jakarta, Mei 2018)
Sebelum Menyentuh Tubuhmu
sebelum menyentuh tubuhmu
kau bertanya soal cairan yang kugunakan
untuk membasuh tanganku:
darah, air mata, atau air sungai yang
mengalir ke dadaku,
air sungai yang digunakan orang-orang
melarung kepercayaan masing-masing
sebelum menyentuh tubuhmu
kau bertanya soal bahan dasar yang
kugunakan
untuk membentuk tangan kotorku:
madu palsu, atau susu yang mengalir dari
puting induk dusta
ketika menyusu anak-anaknya
sebelum menyentuh tubuhmu
—yang semestinya tak disentuh oleh
seorang pun—
aku bertanya pada diri sendiri
soal siapa saja yang mesti kubantai
sebelum ini
(Jakarta, Mei 2018)
*) Puisi-puisi ini dimuat di Litera.co.id pada 1 Juni 2019.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar