*Sumber gambar: Pinterest
Seorang Penyair, di Suatu Tempat
di rumah ini seekor ikan dipaksa
berenang
di udara, ide puisi yang hendak
ditulisnya
mencari air laut untuk larut dalam
lendir bening pelumas miliaran mesin.
di luar rumah ini lautan membungkus rapat,
namun pasukan kucing selincah kalimat-
kalimat penyair kelas dunia berjaga
di setiap pintu, ikan itu melihat kesempatan
membunuh para mesiah berkembang-biak
di terumbu karang dalam tengkorak
kawanan manusia akan berevolusi
menjadi gerombolan kucing.
(Denpasar, Januari 2019)
Waktu + Saya
waktu itu saya diperkosa waktu.
waktu menjebol dinding kamar
lalu menyeret diri saya hendak tidur
nyenyak, jauh menuju hutan asing
yang terbakar. di sana waktu
bermain-main dengan penis + vagina saya:
vagina-waktu menenggelamkan penis-saya;
penis-waktu menyelam ke vagina-saya.
aduh,
betapa menderita: sakit selangkang +
tubuh
perlahan dijilat api mengepung. mendadak,
dibingkai api, saya melihat sebentuk
wajah
bercahaya di langit malam, terbentuk
oleh
awan-gemawan + burung-burung berputar.
wajah itu menatap lekat mata saya nanar
lalu saya merasa memahami sesuatu
yang belum mampu dicerna bahasa
di otak bocah ini. saya pun, sejak detik itu
hingga sekarang, masih diperkosa waktu
di hutan yang sama, tanpa api mengepung,
dengan luka-luka bakar di tubuh
perlahan membaik berkat hujan
obat-cair ditumpahkan wajah itu.
wajah tersebut memberi hadiah kepada
saya yang menikmati jalangnya waktu.
(Denpasar, Februari 2019)
Kematian Kesedihan
sungguh aneh: tak seorang pun
bersedih ketika kesedihan mati
pada malam itu, mereka segera
membikin pesta di seputar
makam tersebut: memanggang
daging-perjuangan dengan saus bbq,
meledakkan petasan-penyesalan
hingga langit benderang, menuang
bir-kebahagiaan ke gelas masing-masing,
mabuk hingga pertanyaan-pertanyaan
termuntah seluruhnya dari perut,
dan memainkan musik-kepuasan
sekeras-kerasnya hingga ketakpuasan
berhamburan dari lubang telinga,
menyatu dengan bayangan pepohon
di bawah bulan-kecewa.
esoknya, makam-kesedihan dikelilingi
makam-makam lainnya.
(Jakarta, Februari 2019)
Percobaan yang Terus Gagal
saya mencoba memahami
waktu membunuh
hari kemarin menanam
monumen-luka melontarkan
nanah meng-“ada”-kan
hari ini hari depan meneror
saya mencoba memahami
waktu membunuh
hari kemarin …
(Jakarta, Februari 2019)
Merayakan Kematian
bintang-bintang yang menjadi lemakku
meluncur mendekati tangga itu
menjadi lampu-lampu sorot agar kau
tak tersandung menuju sebuah pintu
dari bawah sini
kupandangi kau di titik tinggi
sementara tubuhku ini
makin mengurus makin mengering
(Jakarta, Mei 2019)
Satu Kejutan
1/
sebatang jarum
dalam daging bibirmu
cahaya bulan
dari selanya
di kencan itu
kau tahu aku akan
mengunyah bibirmu
seperti steik
maka kau sedikit
melukai diri
demi sebuah
kejutan
2/
ketika jarum itu menancap
dalam daging lidahku
aku mencecap
kata-kata asinku
menyumbat aortamu
(Jakarta, Mei 2019)
Dalam Kepala yang Tua
di dalam kepala tuanya
tampak seorang anak berbaju emas
bercelana emas bertopi emas
bersepatu emas bertopeng emas
di pulau seberang; kepala tuanya
tak paham bahwa bukan sepasang
mata tua melihat, sebab di dalam
sana telah menggenang laut emas
menyembuhkan tubuh tua dari
kematian mengikis perlahan-lahan.
*
di luar kepala tuanya
tampak seorang anak tak berbaju
tak bercelana tak bertopi
tak bersepatu tak bertopeng
di pulau seberang; kepala tuanya
memasang bibir senyum
untuk yang tak ada.
(Jakarta, Mei 2019)
*) Puisi-puisi ini dimuat di Nyimpang.com pada 11 Januari 2020.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar