Senin, 22 Februari 2016

MERAYAKAN DIAM YANG RAMAI


*Ilustrasi oleh: Surya Gemilang






SEBUAH DONGENG BERLATAR
SUATU KOMPLEKS PERUMAHAN



di sebelah selatan pak marjoko sedang
bermandikan awan-gemawan di berandanya
yang penuh debu. ia begitu berbahagia
walau bau busuk selokan yang jadi pagar
kedua bagi rumahnya acap menemani.

di sebelah timur bu mariyem sedang
bertengkar dengan si tukang sayur,
meributkan filsafat maut dan kehidupan
yang beranjak busuk mengikuti sayur-
mayur di keranjang.

di sebelah barat seorang filosof sedang
membakar diri di tempat sampah sehabis
puas bercinta dengan tante tina di semak-
semak berapi.

di sebelah utara suami tante tina sedang
mencincang sesosok malaikat yang
kebetulan jatuh di halaman belakang
rumahnya; “lumayanlah buat makan
malam nanti,” ia berujar.

di tengah-tengah aku sedang
memburu makam cinta kita.


Denpasar, 2015






ROMANSA BENDA MATI



jendela di kamarku sangat mencintai
jam dinding di kamar tetangga; entah
bagaimana, padahal kedua pihak tiada
pernah saling bertemu. jendela di kamarku
selalu merasa diperhatikan oleh
jam dinding di kamar tetangga; terbukti
dari jarum detik jam dinding itu
yang selalu menghitung maju setiap
rintik-rintik hujan terserap pori-
pori kaca jendela. dan aku terpana
menyaksikan kabut romansa yang
konon beracun melalui muka kacanya.

jam dinding di kamar tetangga tak sudi
mencintai jendela di kamarku
sebab tugas mereka berbeda: jam dinding
mesti mengukur langkah waktu, jendela
mesti membingkai pemandangan untuk
digerogoti bola-bola mata. jam dinding
di kamar tetangga selalu berusaha
menunjukkan bahwa ia tak bisa membalas
cinta si jendela; terbukti dengan selalu
menghitungnya ia detik demi detik tiap
pori-pori kaca jendela di kamarku
menyerap rintik-rintik hujan, menanti kesadaran.
dan aku terpana menyaksikan kabut patah hati
yang konon baik dihirup untuk perkuat niat juang.


Denpasar, 2015






SAJAK LAYAR KOMPUTER



ia selalu muncul di layar komputerku,
menghalangi rangkaian kalimat sajak
yang kupahat-pintal serapi mungkin.
melalui layar komputerku, kulihat ia sibuk
mencari teori-teori filsafat manusia di
recycle bin. lelah mencari, ia akan menyusup
ke microsoft word dan mendaki bukit-bukit
kalimat puisi dan prosa. kala mati listrik,
layar komputer padam, ia mendadak ingin
menjelma manuskrip novel sastra yang tak
kunjung kelar kukerjakan hingga detik ini,
3 Desember 2015. kala listrik menyala kembali,
ia ingin menjelma aku yang kerap
mengukir rangkaian kalimat puisi
dan prosa di layar komputer.


Denpasar, 2015





*Catatan: ketiga puisi ini dimuat di Buletin Sastra & Budaya "Kanal" Edisi III.