Kamis, 04 Juli 2019

SETELAH MENGUNDUH FILM PORNO


*Sumber Gambar: Pinterest




Setelah Mengunduh Film Porno

deduri pun tumbuh di batang kemaluanku.
kulit tanganku yang resah menipis-menghangat,
berdansa cepat saat kelopak-kelopak mawar
berebut keluar dari layar komputer,
menjilat bola-bola mata di sekujur badanku
—yang terluka—
umpama anjing kepada tulang
atau lidah pria kepada dada wanita
atau nafsu kepada tualang.

(Jakarta, Oktober 2018)



Sela Bibir

udara yang merayap di tubuh
telanjangmu
udara yang menyelundupkan ruh
ke rahimmu
udara yang mengeringkan ompol bayi
di seprai putihmu
udara yang mengusir uap panas
pada susu beracun

adalah udara dari sela
bibir pucat
yang sama

(Jakarta, Oktober 2018)



Sajak Para Sel

keluar dari terowongan rumah
mereka pun sadar: maut akan merebut

kehendak pun melemah
gravitasi telah memaut

tak ada fetus
tak ada bayi
tak ada bocah kecil
tak ada remaja
tak ada dewasa
tak ada penggerak dunia

tak ada ovum
hanya kencing dan tahi
yang kelak (mayat) mereka temukan

(Jakarta, Oktober 2018)



Ia Pulang

ia pulang sekolah dengan mulut terjahit.
tampak dada dan kepalanya
semakin besar
sebab tangkai-tangkai bunga berduri
tak bisa melata
keluar
dari sela bibirnya sepanjang hari.

ia pulang sekolah dengan mata mengantuk,
mata yang terantuk-antuk
ke papan tulis dan mimpi tak berbentuk.

ketika ia tidur,
mendadak aku merindu
tangkai-tangkai bunga berduri
yang merobek udara palsu
di sekitarku.

(Jakarta, Oktober 2018)



Mencicipi Karl Jaspers

/1/

menghadap cermin
mempelajari chiffer-chiffer:
tertawa terbahak-bahak

/2/

dibangunkan pagi
memikirkan “esok” dan “nanti”:
tertawa terbahak-bahak

/3/

menyeruput kopi
sehitam situasi batas:
pahit & manis

/4/

tertawa terbahak-bahak
+ mencicip pahit & manis
= aku merenung lagi

(Jakarta, Oktober 2018)



Midnight in Jakarta

nocturne no. 13 bertamu ke kamarku
membawa dingin dan selimut
pengeram telur-telur keheningan

yang menyembunyi hujan, kabut,
bara, dan asap hitam di balik cangkangnya.

nocturne no. 13 menyatu dengan kasurku,
lampu kamarku, cerminku, pendingin udaraku,
seluruh pakaianku, baik di tubuh pun lemariku,

dan lumut-tebal yang tumbuh di tembok
pengepungku, seperti memori tentang “ada”-mu.

(Jakarta, Oktober 2018)



Oleh-Oleh

udara perawan di puncak gunungmu
kubawa turun dengan kantung dadaku

lalu kuembuskan:
oleh-oleh kepada udara jakarta yang rawan

(Jakarta, Oktober 2018)




*) Puisi-puisi ini dimuat di Tatkala.co pada 29 Juni 2019.