Jumat, 10 Juni 2016

TANYA YANG BERTAMU






Dokumentasi Abstrak

kau jantung dosa yang terlampau
banyak membaca kitab suci. kau
serbuk-serbuk malam yang merekahkan
seribu nama di ujung lelap. kau lagu
pengantar tidur yang mengiringi upacara
kematianku. kau “gempita” tanah yang
mengusirku dari sejarah.

(Denpasar, 2016)




Tanya yang Bertamu

tidak ada siapa-siapa di rumahku
ketika dari ujung musik kudengar
ada yang mengetuk pintu. dan di
rumahku itu, kekasih, memang tak
akan ada siapa-siapa, termasuk
memori yang merambat di musik ini.

(Denpasar, 2016)




Bayi Tua

rindu purba seperti
:
rasa
sajak
yang
muram.

di suatu rindu, malam pernah
membakarmu seperti mimpi.
dan keesokan harinya, tak akan
kubiarkan kantuk yang nakal itu
mencibirmu sekali lagi.

(Denpasar, 2016)




Wanita yang Dibunuh Keheningan

hening memburunya di tengah
rimba kantuk sementara ia sendiri
sedang dijebak oleh kata-kata dan
angka-angka dalam mimpi.

+ jebakan yang tak nyata pun dapat
membahayakanmu.

- kau ingin melihatku lebur sekali
lagi dalam sajak-sajakmu yang nakal.

+ tapi, kekasih, sajak-sajakku
bukanlah hening, apalagi kata-kata
dan angka-angka dalam mimpi.

- kau ingin menyulut dan mengisapku
seperti rokok. lalu kau akan gila
menulis sajak pada keriuhan nikotin.

+ o, kekasih, bersembunyilah dalam
bayang-bayangku yang tak akan lesap
dalam malam, dalam sajak.

- kau hendak melumpuhkanku dengan
bayang-bayang sajak.

+ kekasih … di belakangmu … kau
terlambat.

hening yang serupa seutas dawai biola
pun keburu menjerat lehernya.
keesokan harinya, di koran, ia ditulis
sebagai seorang wanita yang dibunuh
keheningan, seorang wanita yang mati
di antara nada-nada pengantar mimpi,
tanpa kata-kata, tanpa angka-angka.

(Denpasar, 2016)




D-N

kau pernah bersembunyi di jaringan
internet lalu membakar arsip kenanganku.
kau pernah bersembunyi di balik jarak yang
menghubungkan puisi dengan kesedihan
sebelum menggigilkanku dengan hujan
kata-kata. kau pernah tersimpan rapi dalam
sebuah lagu di ponselku sebelum virus
menghapus liriknya.

kau pernah menjadi badai digital
ketika kotak masuk surelku begitu
sepi. kau pernah terselip di saku
celana untuk menggantikan dompetku
yang hilang. kau pernah menjadi
doa tunggalku ketika aku agak
bosan berharap. kau pernah terselip
di keriuhan benakku ketika kesunyian
yang jahat terus mengetuk-ngetuk
pintu kamarku.

dan kau tak pernah kembali setelah
senja menarikmu ke negeri sejarah.

(Denpasar, 2016)




Puisi buat Kau yang Merasa Rapuh

ibu menulisku bukan sebagai sajak,
dan di jantungnya tak pernah tertanam
satu pun puisi. ia pun tak hendak menulisku
sebagai sebuah lakon sebab sandiwara
terlampau lama menancap di lembah
dadanya.

*

perihal tulis-menulis, aku bukanlah
orang yang pandai membikin prosa
puitis apalagi surat romantis. tapi
setidaknya aku terlahir dari sebuah
cerita pendek dan kota kata yang
terbakar.

aku terlahir sebagai sebuah sajak yang
tak pernah sekali pun mereka duga,
yang tak pernah sekali pun ibu tulis.

(Denpasar, 2016)



*) Puisi-puisi ini pernah dimuat di basabasi.co pada 7 Juni 2016.