Selasa, 24 Mei 2016

CATATAN DI SEKOLAH -- Sebuah Puisi

aku tak mempunyai satu pun buku
pelajaran atau apa yang akan aku
pelajari. aku tak pernah memimpikan
sebatang pensil, apalagi hendak
menuliskan kata-kata yang menyesaki
beberapa mimpiku.

*

aku menunggumu di depan pintu
kelasku, atau mungkin menunggu
sebuah catatan yang berisikan rumus-
rumus kebahagiaan. “sebab bahagia
yang benar tidaklah sesederhana itu,”
katamu, mengutip kalimat salah
seorang guru.

aku masih menantimu di depan pintu
kelasku, atau mungkin menantikan
detik-detik kita yang terbuang ke dalam
buku-buku pelajaran.

aku akan tetap menunggumu, atau
menunggui satu-dua puisi yang tiada
sengaja menabrak lubang telingaku,
terbawa oleh angin yang mendesah
manja.

*

di antara kita berdua, ada jiwa seorang
murid yang selalu bahagia menerima
pelajaran di kelas. namun ia adalah
seekor anjing liar di rumahnya dan
setengah mati membenci aroma buku
filsafat juga antologi puisi. “barangkali,”
ucapmu, “di pesta pernikahannya nanti,
ia akan menjadi seorang penunggu yang
handal menaklukkan waktu.”

seperti yang kubilang tadi, di antara
kita berdua ada jiwa seorang murid.
ia abadi, tapi belum tentu mampu
terus menerima pelajaran di sekolah.
dan, perihal hasratnya yang mengembang
karena teman sebangkunya, ia adalah
yang paling abadi di antara kegelisahan
dan detak arloji yang basah. “barangkali,”
ucapmu, “di pesta penantiannya nanti,
ia akan—”

“diamlah!”

Denpasar, 2016



*) Puisi ini pernah dimuat di Tetas Kata.