Senin, 20 Februari 2017

HUJAN YANG PALING SEDERHANA






Hujan yang Paling Sederhana

kota-kota berjatuhan
dari tangismu.

kata-kata berjatuhan
dari puisimu.

*

di benakku ada hujan yang
paling sederhana:

doa dan kau yang terbakar
oleh kelamin waktu.

(Denpasar, 2016)



Sebuah Sajak yang Mati
di Dalam Sebuah Museum

waktu yang purba isyarat racun usia:

kalimat-kalimat yang diawetkan
enggan menjadi sajak; enggan
melangkah
setelah
habis pertanda.

(Denpasar, 2016)



Tentang Nama

di perutku ada nama-nama yang
berjumpa untuk saling membunuh;
membunuhmu, atau membunuh
anak-anak yang tak pernah lupa
cara menangisi kematian yesus.
aku bukan orang yang ahli
menyelidiki kasus pembunuhan.
tapi aku tahu ada nama-nama
yang tak tertambat pada malam
di sirkuit kita yang muram.
jika kau mencium bau darah
di lelapmu, maka bisa dipastikan
bahwa ada sejumlah nama yang
lepas dari kartu identitas. nama-
nama itu mungkin menyelinap ke
hutan rambutmu, atau ke balik
celana dalammu, bisa juga ke
dunia mimpimu. siapa yang tahu?

(Denpasar, 2016)



*) Puisi-puisi ini dimuat di Nusantaranews.co pada tanggal 19 Februari 2017.