Sabtu, 18 Februari 2017

KARTU DAN MAYAT-MAYAT


*Ilustrasi oleh: Surya Gemilang




Kartu dan Mayat-mayat

mayat-mayat bermain kartu:
selembar uang,
pipet-pipet ringkih,
asam udara yang purba.

langit sudah malam sejak beberapa jam
yang lalu
—sajakku tidak

keinginanku belum.

*

saku kemih oh, betapa penuh
melangkahlah ke toilet:
seonggok daging yang basi, yang bisu,
mengambang di air kloset,
kausangka kapal.

lidah lampu terjulur
menjilat kelamin kegelapan
mengecap pangkal rembulan di mata kakiku.
tembok satu-tembok dua begitu retak
seumpama ubun-ubun:
apa yang kaupikirkan adalah
apa yang tak mungkin kaulakukan

apa yang kaurasakan adalah
apa yang tak mungkin kautuliskan!


(Denpasar, 2016)



Story Board

kau sebelum menjadi “kau”. warna gelap sebelum
sebuah cerita, secara diam-diam, menerobos belantara
sebuah kamera. kau sebelum menjadi “kau” yang tak
lama kemudian akan di-“aku”-kan. kau sebelum menjadi
“kau” yang akan dirindukan oleh layar bioskop dan kapal
yang oleng berkat rasa mualmu.

(Jakarta, 2016)



Kepompong Kata

makna di dalam kepompong. kata yang membusuk
menghujani pinggiran jalan
seperti cahaya lampu kendaraan.
kulit definisi mengering. menipis. tumbuh retak di mana-mana
sedangkan makna seperti mencurangi waktu.

disetubuhi lidah dan liur, kata sanggup berganti pakaian.
berganti tubuh.
yang satu tetap aman di kapal kamus. sisanya
liar memangkas kultur.

(Jakarta, 2016)



Kabar dari Buku

berita hari ini:
tak ada buku yang berjalan di tangan.
tak ada buku di pangkuan, bangku taman,
atau di ruang-ruang senyap.
tak ada buku pascamakan. tak ada buku
prapemesanan.

tak ada buku yang meminjam mata
—untuk berjalan—
setelah truk pengangkut “masa kini”
menabrak logika yang menyeberang jalan
sembarangan.

(Jakarta, 2016)



*) Puisi-puisi ini dimuat di Kompas pada tanggal 18 Februari 2017.

Tidak ada komentar :